Laman

Kamis, 02 Februari 2012

romantisme pagi

aku jarang mendengar adzan subuh di sini. bukan karna tidak ada, tapi memang tidurku yang terlalu membuai. sebagai gantinya, telingaku akan 'disentuh' dengan suara ibu. suara yang tidak akan berhenti sebelum aku bangun dan menjalankan apa yang dibisikkan olehnya. sebenarnya aku terbangun bukan karna suara ibu yang merdu. justru aku kesal mendengar suara itu. ya, ibu memang tidak memberikan pilihan. dia akan terus 'berbisik' sampai aku terbangun. anehnya, ibu berbisik dari kamar di seberang kamarku. bisikannya pun terkadang tidak lebih dari gumaman semut, tapi tetap saja 'mengganggu' tidurku.

langkahku gontai menuju kamar mandi. biasanya untuk beberapa detik aku diam di kamar mandi. hanya menatap cermin merah kecil yang menggantung. aku anggap itu ritual pengumpulan nyawa. sekaligus memastikan bahwa aku terbangun tidak sebagai makhluk lain. tepat di atas cermin itu kulihat dari jendela yang buram, rupanya langit telah membiru pudar.

adikku menggantikan keberadaanku di kamar mandi. kami berpapasan di depan kamar mandi. hebat, dalam 'ketidak-utuhan' nyawa kami tidak saling menabrak ketika berpapasan. bahkan aku tak yakin matanya terbuka. langkahnya saja tak beraturan. keajaiban pagi kurasa.

selesai melaksanakan 'panggilan ibu', iseng saja kubuka jendela. seketika suara alam yang dini terdengar. kicauan burung pagi menyusup di antara heningnya pagi. ternyata bukan mereka yang merajai bunyi pagi ini. suara mesin-mesin kendaraan berroda tampak malu-malu ikut 'berduet' dengan kokokan ayam. dan yang satu ini lebih khas, suara peralatan dapur tetangga. riuh sekali terdengarnya. 'teng-teng', 'cles', 'tok-tok'. mungkin seperti itu bunyinya jika disuratkan. sebuah orkestra pagi. yang tak kalah membuka mata adalah rona kemerahan mentari dari atas genting yang perlahan tertutup mendung. ah, pagi ini masih perawan.

bisikan ibu, ritual pengumpulan nyawa, orkestra pagi, romantisnya pagi ini...